Latar
Belakang
II. Kajian Teori
IV. PEMBAHASAN
KANJENG RATU KIDUL
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Dalam
kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk manusia yang pernah hidup
pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi ini. Masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang mempunyai persamaan visi dan misi baik bahasa, ciri khas,
budaya, yang terkumpul dalam sebuah wadah.
Kebudayaan
merupakan sebuah tradisi yang lahir dari pola pikir dan embrio dari pemaknaan
manusia melihat sebuah fenomena yang terjadi dalam masyarakat yang kemudian
menjadi ciri khas dan karakter sebuah masyarakat agar selalu dapat dilestarikan
kepada anak dan cucu. Terkadang sebuah budaya diwujudkan dengan adanya sebuah
prosesi ritual yang menyangkutkan masyarakat
Rebo
Pungkasan merupakan sebuah ritual tradisi yang berada di daerah Yogyakarta,
Persisnya di daerah Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Upacara ini
dilaksanakan setahun sekali. Rabu Pungkasan merupakan salah satu aset dari
nenek moyang yang diturunkan secara turun temurun dan mengalami perubahan
sampai sekarang. Banyak makna dan sejarah yang terkandung dalam upacara tradisi
tersebut.
II. Kajian Teori
antropolinguistik
adalah ilmu yang memadukan antara antropologi dan linguistik. Yang mana
keduanya memiliki perbedaan cukup unik dimana saling berbeda ranah kajiannya
namun memiliki persamaan yaitu objeknya pada masyarakat atau manusia. Bahasa
dan budaya yang ada dimasyarakat yang dikaji dalam Antropolinguistik ini,
dimana makna dari sebuah tradisi kebudayaan di masyarakat dikaji dari segi
makna, fungsi, tujuan, manfaat dan latar belakang dan hal-hal lainnya yang
berhubungan dengan bahasa dan budaya yang ada.
III.
Metode Penelitian
III.I.
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini berada di daerah
wonokromo, Pleret, Bantul, yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan mulai
tanggal 15 Maret 2012 sampai 22 Maret 2012
III.II.
Subjek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah hubungan
cerita rabo pungkasan dilihat dari sisi sejarah dan antropolinguistik
III.III. Sumber Informasi
1.
Mbah
metro duduk (simbah agung darmokuncoro), yuswa : 72 tahun
2.
Pak
Kholiq (salah satu kyai di daerah wonokromo), yuswa : 64 tahun
IV. PEMBAHASAN
Menurut
Sumber Pertama : Sejarahipun inggih rikala Sultan Agung semedi sak pinggiripun
tempuran, panjenenganipun dipun rawuhi kalih kanjeng Ratu Kidul ngagem jaran
sembrani ingkang tipak padalan tapal jaranipun kito pindah wonten sak wetanipun
kali. Sakmenika padalipun taksih, ngapunten bener nopo mbtenipun ning
ceriosipun simbah kula ngoten wau. Salajengipun, gegandengan kanjeng Ratu kidul
mboten purun pakean ingkang dipun agem teles, panjenenganipun ratu kidul
cincing-cincing agemanipun dugi ketingalan janmonipun kanjeng ratu kidul.
Langgih jelas to mas Kanjeng Sultan Agung lajeng medal janmo kakungipun utawi
birahinipun lan saklajengipun nggih niku wau kumpul kasmaran wonten ing papan
menika.
Mila rumiyin
upacara dipun lakoni niru Sultan Agung lan Ratu Kidul. Inggih tiyang putri
nglewati kali tempuran kang mboten jerem sontenipun sakderengipun upacara inti
kawiwitan. Lan ten kali tempuran tiyang putri ingkang nyabrang ampun ngantos
duka menawi dipun godani kaliyan tiyang kakung kang mersani tiyang-tiyang putri
nyabrang tempuran. Lan kathah pangucapan- pangucapan ingkang mboten seronok
wonten ing prosesi menika, mila menawi tiyang putri sami rawuh wonten ing
upacara menika ampun nesu lan mangkel menawi dipun bajuli kaliyan tiyang-tiyang
kakung amergi niku sampun dados tradisi wonten ing upacara Rebo Pungkasan.
Menurut
Sumber Kedua : rebo pungkasan menika inggih upocoro kagem nyambut wulan mulud
ingkang sakmenika dawah ing dinten rebo awal wulan mulud. Kagem mengeti
kelairan kanjeng nabi Muhammad. Sak derengipun dipun mengeti dipun milai dipun
adani pasar malem supados masyarakat pleret lan sak jawinipun rawuh tumplek
blek wonten sak jeroning upacara samangke. Pancen kala rumiyin upacara
kawiwitan wonten ing tempuran kagem ngleksanakaken wasiatipun kyai Fakih kagem
mengeti crito Sultan Agung kang kempal kalih Ratu Kidul wonten ing tempuran.
Nanging amergi jaman ingkang ngraosi supados dipun alihaken pengetanipun,
sakniki dipun pindah prosesinipun wonten mergi imogiri dugi balai wonokromo
ngagem lemper. Pancen rekaos kathah menawi dipun wontenaken upacara Rebo
Pungkasan. Menapa ngagem lemper??, mergi makna lemper menika iggih guyup,
makmur lan sentosa. Isi lemper kang iwak utawi ati nggadahi makna makmur lan
sentosa, menawi bungkus lan sodonipun menika nggambaraken persatuan sedaya
masyarakat pleret wonten upacara lan gathuking kali opak lan gajah wong ing
tempuran. Menawi ngrawuhi prosesi upacara menika kalian tiyang ingkang dipun senengi,
insya Allah saged langgeng menawi donga ingkang dipun paringi kaian kiai Fakih
kang mboten saben uwong mangertos, namung ngagem tirakatan rumiyin. Mekaten
dongane :.........
Terjemahan dan Pembahasan yang lebih terperinci:
Pada awalnya Rebo Pungkasan
atau Rebo Wekasan, merupakan upacara tradisionil yang terjadi di suatu tempat
yang disebut tempuran, yaitu tempat bertemunya Sungai Gadjah Wong dengan Sungai
Opak. Tempuran tersebut terletak kira-kira 2 km sebelah timur Balai Desa
Wonokromo. Di sekitar tempuran tersebut terdapat beberapa tempat atau
peninggalan yang sering dihubungkan dengan legenda yang pernah terjadi di
tempat itu. Kondisi tempuran itu sendiri sudah berubah karena tempat tersebut
sudah dibangun bendungan sehingga mengubah upacara tradisional yang dilakukan
masyarakat. Tradisi ini bermula dari adanya kebiasaan Sultan Agung yang sering
mengunjungi Pleret dan melakukan "nenepi" atau semedi di tempuran
Wonokromo. Dalam bersemedi, Sultan Agung mengambil tempat di salah satu tepi
tempuran atau sungai. Kebiasaan yang dilakukan oleh Sultan Agung tersebut
memang sesuai dengan kebiasaan Raja-raja Jawa dan masyarakat Jawa pada umumnya.
Pada saat-saat tertentu, orang Jawa melakukan tirakatan, nenepi atau semedi
untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberi perlindungan, diberi
keselamatan, murah rejeki, memperoleh kedudukan dan lain-lainnya. Untuk
melakukan kebiasaan tersebut, biasanya akan menghadapi banyak gangguan, kendala
dan hambatan macam-macam.
Karena itu kebiasaan Sultan
Agung tersebut juga dikaitkan dengan cerita rakyat dan dikaitkan dengan
kepercayaan masyarakat Yogyakarta tentang penguasa Laut Selatan yaitu Ratu
Kidul. Bahkan dipercaya Raja-raja Yogyakarta selalu menjalin hubungan khusus
dengan Kraton Laut Selatan yang dipimpin oleh Ratu Kidul tersebut.
ketika Sultan Agung tengah bersemedi, tiba-tiba diganggu
kedatangan Ratu Kidul yang menaiki Kuda Sembarani. Di sekitar lokasi tempuran
terdapat benda-benda yang oleh masyarakat dihubungkan dengan keberadaan Kuda
Sembrani. Di situ terdapat batu dengan lekuk di bagian tengah yang dianggap
sebagai tempat minum Kuda Sembrani. Begitu pula di sekitar tempat itu juga
terdapat bekas tapak kuda. Menurut cerita Ratu Kidul kemudian turun di seberang
sungai atau di tampat yang berseberangan dengan tempat Sultan Agung bersemedi.
Karena ingin mendekati Sultan Agung, maka Ratu Kidul kemudian menyeberangi
sungai.
Ketika
menyeberangi sungai agar supaya pakaiannya tidak basah kena air, maka Ratu
Kidul mengangkat kainnya keatas, atau dalam istilah Jawa "cincing"
hingga kelihatan betis dan pahanya. Tentu saja dalam mengangkat kainnya, Ratu
Kidul akan menyesuaikan dengan kedalaman sungai. Sehingga ketika melalui bagian
sungai yang ralatif dalam, makin tinggilah Ratu Kidul dalam mengangkat kainnya.
Penampilan Ratu Kidul yang cantik jelita, dipadu dengan kondisi alam yang
indah. Apalagi ketika itu Ratu Kidul mengangkat kainnya ke atas, membuat Sultan
Agung terkesima, kagum dan terpesona. Karena begitu terpesonanya hingga
mendorong hasrat kelelakiannya. Sesampainya di seberang maka disambutlah Ratu
Kidul oleh Sultan Agung.
Selanjutnya
Sultan Agung dan Ratu Kidul larut dalam gelegak asmara. Dari peristiwa ini
kemudian munculah sebutan Wonokromo. Upacara tradisional ini mengikuti dan meniru
tindakan yang pernah dilakukan Ratu Kidul dan Sultan Agung. Walupun peristiwa
yang ditiru tidak sepenuhnya, namun hanya semedi dan menyeberang tempuran.
Karena itu dapat dikatakan kalau upacara tradisional Rebo Pungkasan telah
berlangsung sangat lama. Pada Rabu Wekasan, masyarakat berbondong-bondong ke
tempat tersebut untuk melakukan tirakatan dengan tidak tidur semalam suntuk.
Pada
sore hari hingga petang, sebelum di Tempuran dibangun bendungan, pengunjung
wanita juga melakukan "upacara" meniru Ratu Kidul yaitu menyeberangi
tempuran sambil mengangkat kain mereka. Acara ini diwarnai dengan tingkah para
pengunjung pria mengganggu atau menggoda pengunjung wanita. Selain itu juga
diriuhkan dengan teriakan-teriakan pengunjung pria yang meneriakkan kalu
penyeberang wanita tersebut kurang tinggi dalam mengangkat kainnya. Karena
ejekan dan teriakan tersebut, maka wanita-wanita juga semakin tinggi mengangkat
kainnya sehingga adegan itu menjadi tontonan menarik bagi pengunjung lainnya, khususnya
pengunjung pria. Tentu saja karena banyaknya orang maka ucapan-ucapan yang
keluar sering kurang terkontrol sehingga tidak dapat dilepaskan dari kata-kata
menjurus ke pornografi. Selain itu ada pula, tradisi yang dianggap berlaku dalam
Rebo Pungkasan di Tempuran tersebut, yaitu bahwa wanita yang berkunjung atau
memasuki tempat upacara harus merasa tidak terganggu kalau ucapan maupun
hal-hal lain sepanjang masih wajar, dari pengunjung pria.
Karena semua itu masih
merupakan bagian dari tradisi. Karena sudah mentradisi maka adat tersebut terus
dilakukan oleh masyarakat dengan mendatangi tempuran setiap Rebo Pungkasan.
Masyarakat yang berkunjung bukan hanya dari daerah sekitar, bahkan dari
daerah-daerah lain, baik di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta maupun dari luar
daerah.
Untuk memeriahkan Rebo
Pungkasan maka diselenggarakan semacam pasar malam selama kurang lebih satu
minggu. Pasar malam tersebut diadakan di lapangan di depan balai Desa
Wonokromo. Selain dimeriahkan dengan bermacam-macam stand seperti makanan dan
minuman, serta jualan.
Pada pasar malam itu juga
dibuka beberapa stand hiburan lainnya. Pada puncaknya seluruh rangkaian Rebo
Pungkasan diakhiri dengan prosesi "ngarak lemper" atau
membawa lemper besar. Prosesi ngarak lemper dan pasar malam tersebut juga untuk
memberikan wadah yang positif bagi masyarakat dalam ikut meramaikan Rebo
Pungkasan. Disamping itu, masyarakat Wonokromo saat ini merupakan masyarakat
yang agamis. Karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk meminimalisir hal-hal
yang negatif atau musryk dari tradisi Rebo Pungakasan dan digantikan dengan
hal-hal yang positif, baik dari segi etika, maupun dari aspek norma agama.
Pada upacara tersebut
dibuatlah lemper besar yang sebenarnya hanya lemper lemperan. Namun demikian
dalam acara tersebut diarak pula lemper besar sungguhan yang kira-kira sebesar
kenthongan bambu. Arak-arakan lemper tersebut diikuti oleh berbagai kelompok
kesenian. Biasanya ada pasukan berkuda, prajurit kraton dan kesenian lainnya.
Arak-arakan tersebut berangkat dari Masjid Wonokromo kemudian menyusuri jalan
desa sepanjang kurang lebih 2 km. dan berakhir di bali Desa Wonokromo. Sebelum
berangkat prosesi diawali dengan doa dan membaca Al Fatihah.
Di sepanjang jalan ribuan
pengunjung bergerombol di kiri-kanan jalan menyaksikan dan memeriahkan acara
tersebut. Sesampainya di Balai Desa, pemimpin prosesi kemudian menyerahkan
berbagai uba rampe termasuk lemper besar kepada Kepala Desa. Setelah ada kata sambutan
dan penjelasan kepada pengunjung maka lemper tersebut kemudian dipotong-potong
untuk dibagikan kepada pengunjung dan undangan.
Menurut Kepala Desa
Wonokromo, Bapak Isbilal Ma'sum, BA, prosesi mengarak lemper bukan berarti
mengkultus individukan makanan rakyat tersebut. Namun sejarahnya, Panembahan
Senopati juga sering mengadakan semedi di Tempuran akan diakhiri dengan
pengajian di Masjid Wonokromo. Salah satu hidangan kesukaan beliau dalam acara
di Masjid tersebut adalah lemper. Oleh karena itu untuk melestarikan dan
mengingat "laku" yang dilakukan Panembahan Senopati. Disamping itu
lemper juga merupakan makanan yang populer di masyarakat. Upacara tradisional
Rebo Pungkasan saat ini semakin berkembang dan menjadi tontonan wisatawan.
Bahkan sering wisatawan asing juga menyaksikan Rebo Pungkasan tersebut. Upacara
tradisional Rebo Pungkasan, dari aspek ekonomi juga dirasa menguntungkan dengan
adanya lapangan pekerjaan yang memberikan tambahan pendapatan kepada masyarakat
setempat.
Saya coba paparkan beberapa cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul berdasarkan
pengetahuan saya, hasil wawancara saya dengan beberapa orang dan dari Internet yang coba saya rangkum menjadi sebuah
kategori-kategori cerita.
KANJENG RATU KIDUL
Menurut cerita umum, Kangjeng Ratu Kidul pada masa
mudanya bernama Dewi Retna Suwida, seorang putri dari Pajajaran, anak Prabu
Mundhingsari, dari istri yang bernama Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Suranadi,
cicit Raja Siluman di Sigaluh. Layaklah bila sang putri ini kemudian melarikan
diri dari kraton dan bertapa di gunung Kombang. Selama bertapa ini sering nampak
kekuatan gaibnya, dapat berganti rupa dari wanita menjadi pria atau sebaliknya.
Sang putri tidak bersuami (wadat) dan menjadi ratu di antara mahluk seluruh
pulau Jawa. Istananya di dasar samudera Indonesia. Masalah ini tidak
mengherankan, karena sang putri memang mempunyai darah keturunan dari mahluk
halus. Diceritakan selanjutnya, bahwa setelah menjadi ratu sang putri lalu
mendapat julukan Kangjeng Ratu Kidul malahan ada juga yang menyebutnya Nyira
Kidul. Dan yang menyimpang lagi adalah: Bok Lara Mas Ratu Kidul. Kata lara
berasal dari rara, yang berarti perawan (tidak kawin).
Dikisahkan, bahwa Dewi Retna Suwida yang cantik tanpa tanding itu menderita sakit budhug (lepra). Untuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri di dalam suatu telaga, di pinggir samudera.
Dikisahkan, bahwa Dewi Retna Suwida yang cantik tanpa tanding itu menderita sakit budhug (lepra). Untuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri di dalam suatu telaga, di pinggir samudera.
Konon pada suatu hari, tatkala akan membersihkan
muka sang putri melihat bayangan mukanya di permukaan air. Terkejut karena
melihat mukanya yang rusak, sang putri lalu terjun ke laut dan tidak kembali
lagi ke daratan, dan hilanglah sifat kemanusiaannya serta menjadi mahluk halus.
Cerita lain lagi menyebutkan bahwa sementara orang ada yang menamakannya
Kangjeng Ratu Angin-angin.Sepanjang penelitian yang pernah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa Kangjeng Ratu Kidul tidaklah hanya menjad ratu mahluk halus
saja melainkan juga menjadi pujaan penduduk daerah pesisir pantai selatan,
mulai dari daerah Yogyakarta sampai dengan Banyuwangi, hanya terpisah oleh desa
Danamulya yang merupakan daerah penduduk Kristen.Camat desa Paga menerangkan
bahwa daerah pesisirnya mempunyai adat bersesaji ke samudera selatan untuk Nyi
Rara Kidul. Sesajinya diatur di dalam rumah kecil yang khusus dibuat untuk
keperluan tersebut (sanggar). Juga pesisir selatan Lumajang setiap tahun
mengadakan korban kambing untuknya dan orang pun banyak sekali yang datang,Tuan
Welter, seorang warga Belanda yang dahulu menjadi Wakil Ketua Raad Van Indie,
menerangkan bahwa tatkala ia masih menjadi kontrolor di Kepajen, pernah melihat
upacara sesaji tahunan di Ngliyep, yang khusus diadakan untuk Nyai Lara Kidul.
Ditunjukkannya gambar (potret) sebuah rumah kecil dengan bilik di dalamnya
berisi tempat peraduan dengan sesaji punjungan untuk Nyai Lara Kidul. Seorang
perwira ALRI yang sering mengadakan latihan di daerah Ngliyep menerangkan bahwa
di pulau kecil sebelah timur Ngliyep memang masih terdapat sebuah rumah kecil,
tetapi kosong saja sampai sekarang. Apakah rumah ini yang terlukis dalam gambar
Tuan Welter, belumlah dapat dipastikan.
seorang
kenalan dari Malang menyebutkan bahwa pada tahun 1955 pernah ada serombongan
orang-orang yang nenepi (pergi ke tempat-tempat sepi dan kramat) di pulau
karang kecil, sebelah timur Ngliyep. Seorang di antara mereka adalah gurunya.
Dengan cara tanpa busana mereka bersemadi di situ. Apa yang kemudian terjadi ialah,
bahwa sang guru mendapat kemben, tanpa diketahui dari siapa asalnya. Yang dapat
diceritakan ialah bahwa merasa melihat sebuah rumah emas yang lampunya bersinar-sinar
terang sekali.
Di Pacitan ada keparcayaan larangan untuk memakai pakaian berwarna hijau gadung (hijau lembayung), yang erat hubungannya dengan Nyai Lara Kidul. Bila ini dilanggar orang akan orang akan mendapat bencana. Ini dibuktikan dengan terjadinya suatu malapetaka yang menimpa suami-istri bangsa Belanda beserta 2 orang anaknya. Mereka bukan saja tidak percaya pada larangan tersebut, bahkan mengejek dan mencemoohkan. Pergilah mereka ke pantai dengan berpakaian serba hijau. Terjadilah sesuatu yang mengejutkan, karena tiba-tiba ombak besar datang dan kembalinya ke laut sambil menyambar tiba-tiba menyambar keempatnya
Di Pacitan ada keparcayaan larangan untuk memakai pakaian berwarna hijau gadung (hijau lembayung), yang erat hubungannya dengan Nyai Lara Kidul. Bila ini dilanggar orang akan orang akan mendapat bencana. Ini dibuktikan dengan terjadinya suatu malapetaka yang menimpa suami-istri bangsa Belanda beserta 2 orang anaknya. Mereka bukan saja tidak percaya pada larangan tersebut, bahkan mengejek dan mencemoohkan. Pergilah mereka ke pantai dengan berpakaian serba hijau. Terjadilah sesuatu yang mengejutkan, karena tiba-tiba ombak besar datang dan kembalinya ke laut sambil menyambar tiba-tiba menyambar keempatnya
Seorang dhalang di Blitar menceritakan bahwa di
daerahnya sampai ke gunung Kelud masih ditaati pantangan Kangjeng Ratu Kidul,
ialah memakai baju hijau. Tak ada seorang pun yang berani melanggarnya. Sampai
pada waktu akhir-akhir ini orang masih mengenal apa yang disebit “lampor”,
yaitu suatu hal yang yang dipandang sebagaiperjalanan Kangjeng Ratu Kidul, yang
naik kereta berkuda. Suaranya riuh sekali, gemerincing bunyi genta-genta kecil
dan suara angin meniup pun membuat suasana menjadi seram. Orang lalu berteriak
“Lampor! Lampor! Lampor!”, sambil memukul-mukul apa saja yang dapat dipukul,
dengan maksud agar tidak ada pengiringnya yang ketinggalan singgah di rumahnya,
untuk mengganggu atau merasuki.
Menurut “penglihatan” seorang pemimoin
Teosofi, bangsa Amerika, Kangjeng Ratu Kidul bukan pria, bukan pula wanita. Dan
dikatakannya, bahwa Kangjeng Ratu Kidul dapat digolongkan sebagai dewi alam.
Makna Simbol-simbol dalam
Upacara Rebo Pungkasan
- Lemper : disisi lain adanya lemper raksasa sebagai budaya warisan nenek moyang yang melaksanakan upacara rebo pungkasan turun temurun dank arena konon waktu kanjeng Sultan Agung suka dengan lemper, namun ada beberapa makna yang bisa ditafsirkan dari lemper sebagai simbol sesaji
·
2 sunduk (tusuk bambu yang membungkus lemper)
menyimbolkan makna 2 disini adalah Rukun Islam dan Rukun Iman. Ada juga yang
memaknai bahwa itu adalah sebagai makna 2 sungai yaitu Sungai Opak dan Sungai
Gajah wong. Ada juga yang memaknai bahwa 2 tusuk adalah bertemunya dua insan
yaitu Kanjeng Sultan Agung dan Kanjeng Ratu Kidul yang mensemakmurkan tanah
jawa yang tidak lain kerajaan mataram
·
Bungkus lemper dimaknai sebagai sebuah pembungkus agar
masyarakat pleret selalu dalam keadaan aman, sejahtera, sentausa. Ada juga yang
memaknai adalah bentuk lemper dimaknai hasil pertemuan Sultan Agung dan Kanjeng
Ratu Kidul yang bercinta dalam tempuran
- Doa
Setiap Upacara tentunya ada
doa-doa dan mantra yang diucapkan, selain agar prosesi upacara lancer juga doa-doa
dipanjatkan kepada sang pencipta alam yaitu Tuhan yang Maha Esa. Karena dewasa
ini, Upacara Rebo Pungkasan selain diperingati sebagai warisan budaya, namun
juga dipakai sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dalam upacara Rebo
Pungkasan ada beberapa doa yang wajib dibaca. Antara lain:
Al-Fatihah, wiridan (membaca
Lailahailallah berulang-ulang, takbir, tahmid, istighfar). Membaca Surat Yasin,
Ayat Kursy, doa memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ditutup doa Sapu Jagad.
KESIMPULAN
Indonesia akan kaya dengan
budaya dan adat istiadat yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai
generasi muda wajiblah mengembangkan, melestarikannya agar masa depan tidak
merenggut budaya-budaya warisan nenek moyang dan hilang ditelan zaman.
Rebo Pungkasan yang menjadi
salah satu upacara adat masyarakat Wonokromo, Pleret,Bantul dalam realisasinya selalu mengalami
pengembangan-pengembangan agar masyarakat tidak jenuh dan bosan dengan
diadakannya Rebo Pungkasan setiap tahunnya.
Majulah budaya Indonesia, Bangunkan
generasimu.
Daftar Pustaka
wartabantul.com/index.php?option=com...rebo-pungkasan..
emka.web.id/ke.../tradisi-rebo-pungkasan-rabu-terakhir-bulan-safar
Label:
Article
Tradisi yang perlu dilestarikan keberadaannya...
ReplyDeletebenar kawan. dibulan maulud tahun ini pagelaran rabu pungkasan juga akan diadakan. silahkan datang dan saksikan
ReplyDeletePROMO DARI NABILA SAIRA SHOP UNTUK 2015 BERBAGAI TIPE HANPHONE SEPERTI . Bila berminat silahkan HUB-SMS 085-757-299-675 PIN BB 24C4A399 klik web kmi http://nabila-saira-shop.blogspot.com/
ReplyDeleteReady Stock! Apple iPhone 5 32GB Rp.2.800.000
Ready Stock! BlackBerry 9380 Orlando - Black.Rp.900.000,-
Ready Stock! BlackBerry Bold 9790 Onyx 3 Rp.1.100.000
Ready Stock! BlackBerry Bold 9780 Onyx 2.Rp.800.000,-
Ready Stock! Blackberry Curve 9320.Rp.700.000,-
Ready Stock! Samsung Galaxy Core duos Rp.900.000.
Ready Stock! Samsung Galaxy Tab 2 (7.0).Rp. 1.000.000
Ready Stock! Samsung Galaxy S3 .Rp.2.100.000.
Ready Stock! Samsung Galaxy Nexus I9250 - Titanium Si.Rp.1.500.000,-
Ready Stock! Samsung Galaxy Note N7100.Rp.2.000.000.
Ready Stock! Samsung Galaxy Note N7000 - Pink.Rp.1.700.000.
Ready Stock! Samsung Galaxy Y S5360 GSM - Pure White.Rp.500.000
Ready Stock ! Samsung Galaxy S5 Rp.3.100.000,
Ready Stock ! Samsung Galaxy S4 l9500 Rp.1.900.000
Thanks for sharing
ReplyDeleteOmInfoupdate
Cara Diet
Seputar Forex